Abah Aos Sang sufi rasional
Tashowwuf dalam islam merupakan bagian integral dari ajaran islam yang begitu luas cakupannya. Kita kenal dengan trilogi ajaran islam atau nabi menyebutnya rukun agama yang terdiri dari iman, islam, dan ihsan. Dalam versi ulama dikenal dengan tauhid, fiqih, dan tashowwuf sebagai istilah operasional dari ketiga rukun agama tersebut. Iman berisi bagaimana akal menjadikan tauhid sebagai dasar dari keberagamaan. Kemudian islam bagaimana dasar itu membentuk permukaan yang tampak dari diri manusia, jasad, mengikuti alur ajaran yang tampak dalam kehidupan beragama baginda nabi. Terakhir, ihsan bagaimana dasar akal seirama dengan hati dalam menciptakan kehidupan jasad yang selaras dengan nilai-nilai yang bukan hanya syar'i namun akhlaqi.
Maka bisa dikatakan bahwa Iman, internalisasi, Islam, eksternalisasi, dan ihsan, ekspresi dari keduanya dalam bentuk transpersonalisasi diri yang beriman dan berislam. Jika iman bersifat subjektif, sedangkan islam bersifat objektif, maka ihsan sangat intuitif. Sifat intuitif inilah yang menjadikan ihsan sarat dengan spiritualisme. Iman di dalam qolbu, islam pada jasad, sedangkan ihsan kesatuan dari keduanya hasil dari kukuhnya qolbu dalam membentuk identitas seorang muslim dengan karakternya yang melintasi batas-batas diri.
Qolbu, inilah yang menjadikan ihsan atau tashowuf oleh para ulama sufi sebagai jalur spiritualisasi ajaran islam. Karena dalam satu versi, qolbu disebut juga sebagai ruh, atau entitas yang begitu abstrak yang keberadaannya sulit untuk dideteksi bahkan diidentifikasi. Satu ciri bahwa qolbu atau ruh sulit untuk diukur secara objektif adalah karena sifat labilnya yang permanen dalam kehidupan diri manusia.
Pengamal tashowuf disebut dengan sufi. Mengapa pengamal? Karena pada hakikatnya, para sufi dikenal dengan tradisi peribadatan yang begitu ketat. Hingga sebagian orang menganggapnya bahwa para sufi menambah hingga mengubah ajaran islam yang seharusnya utuh. Padahal, para sufi hanya menambah dosis peribadatan mereka. Wal ibaadatu wasiilatun ilal ma'rifah. Hanya dengan ibadah, pengenalan kepada Alloh bisa diraih. Seberapa dosis atau intens ibadah yang dilakukan, sebesar itulah bobot pengenalan diri kepada Alloh SWT.
Tak heran bilamana mayoritas para ulama fiqih menganggap bahwa para sufi itu aneh. Apalagi ada oknum-oknum sufi yang menunjukkan seolah dirinya telah bahkan sedang berada di sebuah alam metafisik yang memang sulit untuk dinalar oleh akal pikiran manusia rata-rata. Hingga mereka menyebutnya sebagai karomah, keanehan, ketidakbiasaan, yang muncul dari dalam diri para sufi. Kenapa oknum? Karena pada hakikatnya, pengalaman spiritual tidak bisa dipaksakan untuk terekspresi secara spontan. Apalagi hingga berulangkali. Pengalaman spiritual bisa terjadi kapan saja tanpa disengaja dan terulang dalam jeda waktu yang lumayan lama. Apalagi karomah, khususnya karomah majazi, hanya terjadi pada saat saat tertentu yang emergensi.
Abah Aos, satu nama yang mungkin fenomenal saat ini. Seorang tokoh sufi, pengamal tashowuf, pelaksana tradisi peribadatan kepada Alloh dengan intensitas cukup tinggi dibandingkan dengan ustad, kiayi, atau ulama manapun. Dengan kalam-kalamnya yang terdengar aneh dan out of the box, membuat sebagian netizen menganganggapnya sesat. Padahal sesungguhnya kesesatan hanya bisa dihukumi sesat manakala terbukti secara objektif dalam perilaku sehari-hari bukan sekedar narasi. Sebagian menganggap kalam-kalamnya merupakan hasil dari pencapaian spiritualitas yang beliau dapatkan.
Kalau diamati, dicermati, disimak, sejak tahun 80an, beliau sering mengutarakan kalam-kalam yang memang sulit untuk dicerna oleh manusia rata-rata. Karena pemikiran beliau sejak usia beliau sudah berbeda dengan yang lain seusianya. Misalkan, pada usia belasan tahun, ada seorang laki-laki yang ingin menikah namun merasa tidak percaya diri karena sejak kecil ia mengaku tidak punya ayah. Lelaki tersebut telah bertanya tentang hal ini kepada banyak ulama dengan jawaban yang tidak memuaskan. Hingga akhirnya bertemu dengan Abah Aos muda belia, dengan jawaban yang singkat dan padat, serta membuat lelaki tersebut tercerahkan. "Memangnya nabi adam punya ayah???!!!". Kalimat sesingkat itu telah memberikan titik terang bagi lelaki tersebut.
Itulah contoh pemikiran Abah Aos yang sebenarnya bukan pemikiran spiritual atau kebanyakan orang menyebutnya berpikir hakikat. Sederhana saja, Abah Aos mengungkapkan objek pikir yang sebenarnya ada kasat mata, ada dalam pikiran semua orang, namun mungkin saja mereka ragu akan kebenarannya hingga takut dan tidak percaya diri untuk mengungkapkannya. Sehingga mereka lupa bahwa hal itu jelas adanya dalam wawasan pikiran mereka. Bahkan sebagian orang mampu mencerna kalam beliau hingga bertahun-tahun lamanya.
Coba kita cermati kalam-kalam Abah Aos saat ini yang sangat membuat kening kita berkerut sekerut-kerutnya. "Rocky gerung, paus fransiskus, adalah utusan Alloh". Kemudian " Tanpa talqin tak akan bisa mengenal Alloh". Kemudian "thowaf adalah ibadah yang tidak sampai kemana-mana". Lalu " Anis adalah imam mahdi". Dan "dompet dari surga". Dan masih banyak lagi. Selain itu secara kultural, Abah Aos memimpin menyanyikan lagu indonesia raya di mesjid. Kemudian menyebut adanya umroh eropa. Kemarin beliau menginisiasi semua muridnya agar memiliki tongkat. Dan yang lainnya.
Jika dikategorikan, maka Abah Aos menunjukkan beberapa fenomena. Pertama, narasi. Kedua, tradisi. Ketiga, prediksi. Dari ketiga kategori tersebut yang sering terungkap adalah narasi. Dengan tujuan untuk memberikan pemahaman baru tentang sebuah tema aktual. Kemudian tradisi, mungkin saja masih seputar tujuan memberikan ruang terhadap sebuah tradisi yang dianggap menyalahi syari'at. Dan ketiga, prediksi, ini hanya bisa difahami setelah berbulan hingga bertahun-tahun. Dan mungkin ini yang dikatakan oleh hadits ittaquu firoosatal mu'min fainnahu yandzuru binuurillaahi. Hingga membuat sebagian orang berkata "kalau ahli sufi berkata-kata timbul rasa khawatir dan takut dalam diri". Bahkan ada yang mengatakan " Kalau bisa jangan diungkapkan".
Dari ketiga kategori di atas, dua kategori yang sangat bisa difahami. Bagaimana memahaminya? Coba kaji secara linguistik, gali dengan mantik, dan jangan terjebak oleh jebakan-jebakan pikiran sempit terminologis tertentu. Untuk mencernanya dibutuhkan wawasan yang luas, bacaan-bacaan yang tidak terbatas khususnya dalam ilmu keagamaan islam. Dan ponis-ponis negatif hanya terlontar dari mereka yang berpikiran sempit bahkan terlalu mistis. Karena sejatinya, Abah Aos sangatlah realistis dan rasional. Yang sejak lama pandai menyembunyikan pengalaman spiritual bahkan tidak menunjukkan bahwa tashowuf yang diamalkannya adalah sarat dengan nuansa mistis. Inilah yang menyebabkan abah aos begitu misterius, sulit untuk dibaca arah berpikir sufistik spiritualnya.
Maka dapat disimpulkan, bahwa abah aos berpijak pada pikiran-pikiran rasional yang sebenarnya mudah untuk dicerna bagi mereka yang mempelajari ajaran agama islam secara mendalam hingga ke akarnya. Dan satu lagi, abah aos berkata-kata dan berperilaku dengan landasan syariat fundamental yang kuat, berpijak pada nas alquran dan teks hadits. Abah anom mengutip satu kalimat pendek dari seorang ulama sufi
واياك ان تقول طريق الصوفية لم يأت بها كتاب ولا سنة فانه كفر فانهاأخلاق محمدية وسيرة أحمدية وسنن الهية.
"Janganlah kau katakan bahwa jalan para sufi itu tanpa landasan quran dan sunnah maka yang demikian bisa dianggap kufur, maka sesungguhnya jalan para sufi adalah akhlaq kaum pengikut baginda nabi muhammad dan jalan kehidupan yang terpuji juga tak terlepas dari sunnah sunnah ilahiyah".
Tamat.
Salam Damai
Salam NKRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar