السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
----------------
Menurut tulisan yang ditulis oleh Rd. Soeria Atmadja (Pangeran Mekah), beliau bertabaruk kepada Abah Sepuh sebagai Guru Mursidnya. Buku karya Pangeran Mekah tersebut dibedah dalam "Acara Bedah Buku", yang dikemukan oleh ustad Kembar yang sudah diadakan 2 kali pertemuan. Isi dari pada tulisan karya Rd. Soeria Atmadja (Pangeran Mekah) tersebut mengemukakan pokok-pokok perkembangan ajaran thooriqoh pada jaman belanda dan di antara pokok tulisan yang terdapat dalam tulisan pangeran Mekah adalah bacaan dhikir harian TQN yang sama isinya dalam Kitab Uquudul Jumaan yang dicetak dan diperbanyak oleh TQN Suryalaya.
Manakibah Abah Sepuh
Syekh Haji Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad atau yang biasa di panggil Abah Sepuh, lahir tahun 1836 di kampung Cicalung Kecamatan Tarikolot Kabupaten Sumedang (sekarang, Kp Cicalung Desa Tanjungsari Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya) dari pasangan Raden Nura Pradja (Eyang Upas, yang kemudian bernama Nur Muhammad) dengan Ibu Emah. Ia dibesarkan oleh uwaknya yang dikenal sebagai Kyai Jangkung.
Sejak kecil, ia sudah gemar mengaji atau mesantren dan membantu orang tua dan keluarga, serta suka memperhatikan kesejahteraan masyarakat.[butuh rujukan] Setelah menyelesaikan pendidikan agama dalam bidang akidah, fiqih, dan lain-lain di tempat orang tuanya. Di Pesantren Sukamiskin, Bandung, ia mendalami fiqih, nahwu, dan sorof. Ia kemudian mendarmabaktikan ilmunya di tengah-tengah masyarakat dengan mendirikan pengajian di daerahnya dan mendirikan pengajian di daerah Tundagan, Tasikmalaya. Ia kemudian menunaikan ibadah haji yang pertama.
Walaupun Syaikh Abdullah Mubarok telah menjadi pimpinan dan mengasuh sebuah pengajian pada tahun 1890 di Tundagan, Tasikmalaya, ia masih terus belajar dan mendalami ilmu Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah kepada Mama Guru Agung Syaikh Tolhah bin Talabudin di daerah Trusmi dan Kalisapu Cirebon.[butuh rujukan] Setelah sekian lamanya pulang-pergi antara Tasikmalaya - Cirebon untuk memperdalam ilmu tarekat, akhirnya ia memperoleh kepercayaan dan diangkat menjadi Wakil Talqin. Sekitar tahun 1908 dalam usia 72 tahun, ia diangkat secara resmi (khirqoh) sebagai guru dan pemimpin pengamalan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah oleh Syaikh Tolhah. Ia juga memperoleh bimbingan ilmu tarekat dan (bertabaruk) kepada Syaikh Kholil, Bangkalan Madura, dan bahkan memperoleh ijazah khusus Shalawat Bani Hasyim.
Karena situasi dan kondisi di daerah Tundagan kurang menguntungkan dalam penyebaran Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, ia beserta keluarga pindah ke Rancameong Gedebage dan tinggal di rumah Haji Tirta untuk sementara. Selanjutnya ia pindah ke Kampung Cisero (sekarang Cisirna) jarak 2,5 km dari Dusun Godebag dan tinggal di rumah ayahnya. Pada tahun 1904 dari Cisero Abah Sepuh beserta keluarganya pindah ke Dusun Godebag.
Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad kemudian dan bermukim dan memimpin Pondok Pesantren Suryalaya sampai akhir hayatnya. Ia memperoleh gelar Syaikh Mursyid. Dalam perjalanan sejarahnya, pada tahun 1950, Abah Sepuh hijrah dan bermukim di Gg Jaksa No 13 Bandung. Sekembalinya dari Bandung, ia bermukim di rumah Haji Sobari Jl. Cihideung No. 39 Tasikmalaya dari tahun 1950-1956 sampai ia wafat.
Setelah menjalani masa yang cukup panjang, Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad-sebagai Guru Mursyid Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah dengan segala keberhasilan yang dicapainya melalui perjuangan yang tidak ringan, dipanggil Al Khaliq kembali ke Rahmatullah pada tanggal 25 Januari 1956, dalam usia 120 tahun. Ia menniggalkan sebuah lembaga Pondok Pesantren Suryalaya yang sangat berharga bagi pembinaan umat manusia, agar senantiasa dapat melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mewariskan sebuah wasiat berupa Tanbih yang sampai saat sekarang dijadikan pedoman bagi seluruh Ikhwan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, Pondok Pesantren Suryalaya dalam hidup dan kehidupannya.
Kisah Abah Sepuh Berguru ke Syekh Tolhah
Sebagai Khalilfah TQN di wilayah Cirebon, banyak santri, kiai dan pejabat yang berguru kepada Syekh Tolhah. Dari sekian murid diantaranya ada kiai muda, Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad dari Pesantren Tundagan Tasikmalaya.
Pesantren Tundagan adalah pesantren pertama Kiai Mubarok. Letaknya sekitar 3 km ke arah barat dari pusat Kota Tasikmalaya.
Kiai Mubarok pergi belajar ke Syekh Tolhah bersama sahabatnya Madraji yang berasal dari Garut. Pada masa itu, guru-guru tarekat di wilayah Priangan Timur sangat langka. Kalaupun ada, sulit diketahui keberadaannya.
Hal ini disebabkan pengawasan aparat kolonial Belanda terhadap kegiatan yang berbau tarekat di setiap pesantren. Maka, bagi mereka yang ingin mempelajari tarekat harus pergi ke luar Priangan.
Sebelum pergi ke Cirebon, Kiai Mubarok bersama-sama dengan teman dekatnya sering berziarah ke Pamijahan (50 km ke arah selatan dari kota Tasikmalaya). Di tempat itu dimakamkan Syekh Abdul Muhyi, seorang sufi dan guru tarekat yang amat terkenal pada akhir abad ke-18.
Pada suatu malam ketika sedang berada di Pamijahan untuk kesekian-kalinya, Kiai Mubarok mendapat petunjuk dalam mimpinya bahwa di Cirebon ada seorang ulama yang akan menjadi guru mursyidnya. Bahkan dalam mimpinya itu tampil seraut wajah dari seorang yang tidak dikenal sebelumnya. Ia seorang laki-laki yang tampan dan masih muda.
Selang beberapa waktu setelah mendapat petunjuk gaib di Pamijahan, Kiai Mubarok ditemani sahabatnya Kiai Madraji berangkat ke Cirebon dan mencari guru mursyid yang dimaksud dalam petunjuk gaib.
Guru mursyid yang dicari tidak mudah. Wilayah Cirebon cukup luas dan alamatnya belum diketahui. Akhirnya setelah berhari-hari mencari ke seluruh pesantren di Cirebon bertemulah dengan Syekh Tolhah yang tinggal tersembunyi di semak-semak payau, di tepi laut dekat muara Sungai Kali Sapu, yaitu di Begong.
Untuk beberapa waktu lamanya Kiai Mubarok bersama sahabatnya mondok di Pesantren Begong. Mereka tetap mengikuti Syekh Tolhah meskipun pondok pindah tempat ke dekat Balai Desa Kali Sapu, dan selanjutnya ke Trusmi.
Kiai Mubarok dan Kiai Madraji pergi-pulang ke Cirebon setiap dua sampai tiga bulan sekali dari Tasikmalaya selama hampir 23 tahun. Perjalanan sejauh 100 km ditempuh sebagian dengan jalan kaki, sebagian menggunakan kendaraan seadanya baik bermotor maupun yang ditarik kuda. Aktivitas itu terjadi sekitar tahun 1883 hingga 1905.
Perjalanan yang tidak mudah karena kondisi jalan saat belumlah bagus seperti sekarang ini. Kampung-kampung masih sangat sedikit, kiri-kanan adalah hutan-hutan yang masih lebat, masih cukup banyak binatang buas yang berkeliaran di jalan-jalan.
Sekitar tahun 1900, Kiai Mubarok menerima pelimpahan kemursyidan dari Syekh Tolhah.
Untuk mengembangkan ajaran TQN, pada tahun 1905 Kiai Mubarok mendirikan Pesantren Godebag yang kemudian namanya (atas saran Syekh Tolhah) diubah menjadi Pesantren Suryalaya.
Kiai Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad dikenal juga sebagai Abah Sepuh.
Salam Santun..
Sumber :
wikipedia.org/wiki/Abah_Sepuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar