Tanah Jawa diberkahi dengan intelektualitas para ulama yang berperan aktif bagi kehidupan beragama masyarakat. Abuya Muhammad Dimyati merupakan salah satunya. Dalam Tiga Guru Sufi Tanah Jawa (2010), Abuya Dimyati, bersama KH. Muslih Abdurrahman Mranggen dan KH. Muhammad Romli Tamim Rejoso, disebut sebagai tokoh sufi termasyhur di seantero Jawa.
Sebagai salah satu ulama berpengaruh, keilmuan Abuya Dimyati tentu tidak didapat dengan perjalanan mudah. Terlebih, berdasarkan Para Penjaga Al-Qur’an (2011: h. 160), Abuya berasal dari keluarga yang tidak mampu secara finansial. Namun, tidak sedikit pun ia merasa keadaan tersebut menjadi penghalang baginya untuk menuntut ilmu.
Jurnal Mimbar (Vol. 28, No. 2, Desember 2012: h. 221), mencatat bahwa sejak kecil Abuya Dimyati sudah menampakan kecerdasan dan kesholihannya. Ia belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya tanpa merasa lelah sedikit pun.
Abuya Dimyati tercatat pernah melakukan rihlah keilmuan ke berbagai tempat, mulai dari Banten, tanah Pasundan, hingga tanah Jawa. Bahkan, ia pernah mengunjungi Madura dan Lombok dalam perjalanannya.
•Rihlah Keilmuannya di Tanah Pasundan
Setelah dari Kadupeusing, Abuya kemudian diperintahkan oleh gurunya untuk menimba ilmu di Pesantren Plered, Sempur, Purwakarta, asuhan Mama Tubagus Ahmad Bakri. Padahal saat itu, Abuya baru menikah dengan Nyai Hj. Ashmah dan telah menetap di Cidahu. Setelah bermusyawarah dengan istri dan keluarganya, maka Abuya berangkat menuju Sempur dengan hanya berbekal secarik surat pengantar dari Abuya Halim untuk Mama Bakri.
Ketika di Sempur, karena banyak teman-temannya yang memohon agar mengadakan pengaian, dengan izin Mama Bakri, maka Abuya mulai mengajar di asrama bagi para santri lain setelah selesai menghadiri majelis Mama Bakri.
Pada tahun 1952, Abuya pulang untuk sementara waktu ke Cidahu karena istrinya akan melahirkan. Kemudian pada tanggal 23 Februari 1953, Abuya dikaruniai anak pertama yang diberi nama Ahmad Muhtadi.
Setelah lahir Ahmad Muhtadi, Abuya kemudian kembali ke Sempur pada tahun 1953. Pada tanggal 20 Zulhijah 1373 H., Mama Sempur mengijazahkan Tarekat Khalwatiyah kepada Abuya, lalu membaiatnya sebagai mursyid. Setelah itu, Abuya juga diijazahi ilmu suluk dan diperintahkan untuk menulis hizib-hizib yang selanjutnya ditandatangani oleh Mama Sempur. Ilmu-ilmu yang diijazahkan tersebut diperoleh Mama Sempur secara khusus dari Syekh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Bughuri dan Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi ketika di Mekkah.
Wallohua'lam...
رَبِّ فَانْفَعْـــــــــــنَا بِبَرْكَتِهِمْ وَاهْدِنَا الْحُسْنٰى بِحُرْمَــــــــــــتِهِمْ وَاَمِتْنَافِى طَرِيْقَتِهِـــــــــــــــمْ وَمُعَافَــــــــــــــــــــاةٍ مِنَ الْفِتَـــــــــــــــــنِ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar