Ketika kita membaca kalimat
diatas maka didalam
hati kita sudah tersirat bahwa
kalimat ini akan langsung
membuat alergi bagi sebagian kelompok
muslimin, saya
akan
meringkas penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan syariah).
Sifat
manusia cenderung merayakan sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah
keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya,
mereka merayakannya dengan
pesta, mabuk mabukan, berjoget
bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan
kegembiraan
lainnya, demikian adat istiadat diseluruh dunia.
Sampai
disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
_ Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut
ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari
kelahiranku,
dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS Maryam 33)
_ Firman Allah : “Salam Sejahtera
dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya,
dan
hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15)
_ Rasul saw lahir dengan keadaan sudah
dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits
no.4177)
_ Berkata
Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantunya
Aminah
ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia
(ibu utsman)
melihat bintang bintang
mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas
kepalanya, lalu ia melihat
cahaya terang benderang
keluar dari Bunda Nabi saw
hingga membuat
terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur
juz
6 hal 583)
_ Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau
langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)
_ Riwayat
shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat
melahirkan
Nabi saw melihat cahaya yang terang benderang hingga pandangannya
menembus
dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
_ Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh
singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14
buah jendela
besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yang
1000
tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
Kenapa
kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini
muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran
Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat
salam
sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.
Ketika beliau saw ditanya
mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : “Itu
adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih
Muslim hadits no.1162).
dari
hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw
asal
dengan puasa.
Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman
bahwa hari senin itu berbeda
dihadapan
beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran
beliau saw.
Karena beliau saw tak menjawab
misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh
boleh
saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan
bagi
beliau
saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya.
Contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat
umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab
: “oh itu hari kelahiran
saya”. Nah..
bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami
bahwa 1 januari adalah hari yang
berbeda
dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1
januari
itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yang
perhatian
pada
hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dengan hari kelahirannya maka pastilah
ia
tak
perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw
tak
memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan
kelahirannya, pertanyaan sahabat
ini berbeda
maksud dengan jawaban
beliau saw yang lebih luas dari sekedar
pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1
januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang berpendapat bahwa
boleh merayakan
maulid hanya dengan puasa saja maka tentunya
dari dangkalnya
pemahaman
terhadap ilmu bahasa.
Orang itu bertanya tentang
puasa senin, maksudnya
boleh atau tidak?,
Rasul saw
menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran
beliau saw ada nilai
tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus
diperbolehkannya puasa dihari itu. Maka
jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk
yang perhatian pada hari kelahiran
beliau
saw,
karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.
Berkata
Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka
Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat
bibirmu terjaga”, maka
Abbas
ra memuji dengan syair yang panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi
saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang,
dan
langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan
dalam tuntunan
kemuliaan (Al Qur’an)
kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala
shahihain
hadits no.5417)
Diriwayatkan
bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan
Abbas bertanya
padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab : “di
neraka, Cuma diringankan siksaku
setiap senin karena aku membebaskan budakku
Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih
Bukhari hadits
no.4813, Sunan Imam Baihaqi
Alkubra hadits no.13701,
syi’bul iman no.281,
fathul
baari
Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat
ini dibantai di alam barzakh,
namun tentunya
Allah berhak menambah
siksanya atau menguranginya menurut
kehendak
Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira
dengan
kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun
mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun
mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib,
sejarah dan lainnya,
misalnya mimpi
orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan
hujjah atas
kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yang meriwayatkan hal itu tentunya
menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam
dan
mereka tak mengingkarinya.
Rasulullah saw
memperbolehkan Syair pujian di masjid
|
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yang lalu ditegur
oleh Umar
ra,
lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang
yang
lebih
mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu
Hurairah
ra dan berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan
doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah
ra berkata :
“betul”
(shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)
Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya
haram,
sebagaimana beberapa
hadits shahih yang menjelaskan larangan
syair di masjid,
namun
jelaslah bahwa yang dilarang adalah syair syair yang membawa pada Ghaflah,
pada keduniawian, namun syair syair yang memuji Allah dan Rasul Nya maka hal itu
diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan
oleh beliau saw
sebagaimana riwayat
diatas, dan masih banyak riwayat
lain sebagaimana dijelaskan
bahwa
Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia
berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058,
sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa
sahabat
yang mengecam
Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci
hassan,
sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz
8 hal
337).
ORANG MUKMININ
KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA”
(QS Al
Imran
164)
2.
Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :
Telah jelas padaku bahwa telah
muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah
untuk dirinya
setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832
dengan sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra
Juz 9 hal.300), dan telah
diriwayatkan
bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau
saw
7 tahun, dan akikah tak mungkin
diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah
beliau saw yang kedua atas dirinya
adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada
Allah swt yang telah membangkitkan beliau saw sebagai
Rahmatan lil’aalamiin dan
membawa Syariah
utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk
menunjukkan
tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman teman dan
saudara saudara,
menjamu dengan makanan
makanan dan yang serupa itu untuk
mendekatkan
diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang
sebuah buku khusus mengenai
perayaan maulid dengan nama : “Husnulmaqshad fii
‘amalilmaulid”.
3.
Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :
Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman
kita ini adalah perbuatan yang
diperbuat
setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan
kegembiraan,
menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw
dan
membangkitkan rasa cinta pada
beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan
kelahiran
Nabi saw.
4. Pendapat
Imamul Qurra’ Alhafidh
Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam
kitabnya
‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa
keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka,
tapi aku mendapat
keringanan setiap malam
senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku
atas
kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah
menyusuinya (saw)” (shahih
Bukhari).
maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an turun mengatakannya di neraka
mendapat
keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana
dengan
muslim ummat Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka
demi usiaku,
sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah
sungguh sungguh ia
akan
dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.
5. Pendapat
Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam
kitabnya
Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy :
Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh
Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil
hadits
Abu Lahab
6.
Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
Berkata ”tidak dilaksanakan
maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan
setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok
dunia dan
bersedekah pada malamnya
dengan berbagai macam sedekah dan memperhatikan
pembacaan
maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yang sangat besar”.
7.
Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah
Dalam syarahnya
maulid ibn hajar berkata : ”ketahuilah salah satu bid’ah hasanah
adalah
pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw”
8.
Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah
Dengan karangan
maulidnya yang terkenal
”al aruus” juga beliau berkata
tentang
pembacaan maulid,
”Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita
gembira
dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya
serta
merayakannya”.
9.
Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah
Dalam kitabnya
Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan
al maktab al islami
berkata: ”Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kpd orang yang menjadikan hari
kelahiran
Nabi saw sebagai hari besar”.
10. Imam Al hafidh Al Muhaddis
Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yang
terkenal
dengan Ibn Dihyah alkalbi
Dengan
karangan maulidnya yang bernama ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”
11.
Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri
Dengan
maulidnya ”urfu at ta’rif bi maulid assyarif”
12.
Imam al Hafidh Ibn Katsir
Yang
karangan kitab maulidnya dikenal dengan nama : ”maulid ibn katsir”
13.
Imam Al Hafidh Al ’Iraqy
Dengan
maulidnya ”maurid al hana fi maulid assana”
14.
Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
Telah
mengarang beberapa maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid,
Al
lafad
arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.
15.
Imam assyakhawiy
Dengan
maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi
16.
Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi
Dengan
maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah
17.
Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy
yang
terkenal dengan ibn diba’
Dengan
maulidnya addiba’i
18.
Imam ibn hajar al haitsami
Dengan
maulidnya itmam anni’mah alal alam bi maulid syayidi waladu adam
19.
Imam Ibrahim Baajuri
Mengarang hasiah atas maulid ibn
hajar dengan nama tuhfa al basyar ala maulid ibn
hajar
20.
Al Allamah Ali Al Qari’
Dengan
maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi
21.
Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji
Dengan
maulidnya yang terkenal maulid barzanji
23.
Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani
Dengan
maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad
24.
Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy
Dengan
maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’
25.
Imam Ibrahim Assyaibaniy
Dengan
maulid al maulid mustofa adnaani
26.
Imam Abdulghaniy Annanablisiy
Dengan
maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi”
27.
Syihabuddin Al Halwani
Dengan
maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif
28.
Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati
Dengan
maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar
29.
Asyeikh Ali Attanthowiy
Dengan
maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa
30.
As syeikh Muhammad Al maghribi
Dengan
maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.
Tiada
satupun para Muhadditsin dan para Imam yang menentang dan melarang hal ini,
mengenai
beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yang menentang maulid
sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata
hanya
menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan
kelicikan yang jelas jelas
meniru
kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam.
Mengenai
berdiri saat maulid ini, merupakan Qiyas dari menyambut kedatangan Islam
dan
Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa
risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yang
dianjurkan oleh Rasul saw adalah berdiri,
sebagaimana diriwayatkan ketika sa’ad bin
Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada kaum anshar : “Berdirilah untuk
tuan
kalian” (shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768), demikian
pula
berdirinya Thalhah ra untuk Ka’b bin Malik ra.
Memang mengenai
berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf
ulama, sebagaimana yang
dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya bawahan untuk
majikannya, juga berdirinya murid untuk kedatangan gurunya, dan berdiri
untuk
kedatangan Imam yang adil dan yang semacamnya merupakan
hal yang baik, dan
berkata
Imam Bukhari bahwa yang dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yang duduk,
dan Imam Nawawi yang berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka taka apa,
sebagaimana
Nabi saw berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang,
namun adapula
pendapat lain yang melarang berdiri
untuk penghormatan.(Rujuk
Fathul
Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 12 hal
93)
Namun dari semua pendapat
itu, tentulah berdiri
saat mahal qiyam dalam membaca
maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua perselisihan itu, karena Rasul
saw tidak dhohir dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan
ruh Rasul saw
hadir
saat pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah
masalah
ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan hukum dhohir, semua ucapan diatas
adalah perbedaan
pendapat mengenai berdiri
penghormatan yang Rasul saw pernah
melarang
agar sahabat tak berdiri untuk memuliakan beliau saw.
Jauh berbeda
bila kita yang berdiri penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak
terikat
dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk semangat kita
menyambut risalah
Nabi saw, dan penghormatan kita kepada kedatangan Islam, dan
kerinduan kita pada nabi saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw setiap kita
shalat
pun kita tak melihat beliau saw.
Diriwayatkan
bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang Imam
Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul
bersama para Muhaddits
dan
Imam Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yang padanya dibacakan
puji
pujian
untuk nabi saw, lalu diantara syair syair itu merekapun seraya berdiri
termasuk
Imam Assubkiy
dan seluruh Imam imam yang hadir bersamanya, dan didapatkan
kesejukan yang luhur dan cukuplah perbuatan
mereka itu sebagai
panutan, dan
berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid’ah hasanah
sudah
menjadi kesepakatan para imam bahwa itu merupakan
hal yang sunnah,
(berlandaskan hadist shahih muslim no.1017 yang
terncantum pada Bab Bid’ah) yaitu
bila dilakukan
mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan
mengadakan
maulid itu adalah salah satu Bid’ah hasanah,
Dan berkata
pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah
mulailah hal ini dirayakan
dengan banyak sedekah
dan perayaan agung ini diseluruh
dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yang mengadakannya. (Sirah Al
Halabiyah
Juz 1 hal 137)
Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk
Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah
islami yang
diselingi
bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan Rasul
saw yang sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan
mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan
risalah
pada ummat yang dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak
akan
ada yang mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara
membangkitkan
keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap
muslimin aqlan wa syar’an
(secara logika dan hukum syariah),
karena hal ini
merupakan hal yang mustahab
(yang dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa
“Maa
Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua yang menjadi penyebab
kewajiban
dengannya maka hukumnya wajib.
Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam shalat
hukumnya wajib, dan membeli
baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat kita
akan melakukan
shalat kebetulan kita tak punya baju penutup
aurat kecuali harus
membeli dulu, maka membeli
baju hukumnya berubah
menjadi wajib, karena perlu
dipakai
untuk melaksanakan shalat yang wajib .
Contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan membuat
kantong baju
hukumnya mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan
membawa siwak dan baju
kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita membuat
kantong baju untuk menaruh
siwak,
maka membuat kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, karena
diperlukan
untuk menaruh siwak yang hukumnya sunnah.
Maka perayaan
Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan Tablig dan Dakwah,
dan
dakwah merupakan
hal yang wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan
ummat
sudah tak perduli dengan Nabinya saw, tak pula perduli apalagi mencintai sang
Nabi saw dan rindu pada sunnah beliau saw, dan untuk mencapai tablig ini adalah
dengan perayaan
Maulid Nabi saw, maka perayaan
maulid ini menjadi
wajib, karena
menjadi
perantara Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi saw serta
silaturahmi.
Sebagaimana penulisan
Alqur’an yang merupakan
hal yang tak perlu dizaman
nabi
saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena sahabat mulai
banyak
yang membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya setelah
banyaknya
para sahabat yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat,
walaupun
Allah telah menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.
Hal semacam
in telah difahami
dan dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat
radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan orang
muslimin yang awam, namun hanya sebagian
saudara saudara kita muslimin yang
masih bersikeras untuk menentangnya, semoga Allah memberi
mereka keluasan hati
dan
kejernihan, amiin.
Walillahittaufiq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar